Dahulu Pulau yang berhadapan dengan Kuala Sungai Riau ini selalu menjadi tempat pemberhentian para pelaut yang lewat di kawasan ini terutama untuk mengambil air tawar. Konon suatu ketika para pelaut yang sedang mengambil air tawar tersebut diserang oleh sejenis lebah yang disebut Penyengat. Akibat serangan lebah tersebut, jatuh korban jiwa dari pelaut. Sejak saat itulah pulau ini dinamakan Penyengat Indera Sakti dan selanjutnya lebih dikenal dengan Pulau Penyengat sampai sekarang. Karena letaknya yang cukup strategis bagi pertahanan, Pulau Penyengat dijadikan Pusat Kubu pertahanan Kerjaan Riau oleh Raja Haji yang Dipertuan Muda Riau IV (termasyhur dengan gelar Raja Haji Syahid Fisabilillah/Marham Teluk Ketapang) ketika melawan Belanda pada tahun 1782-1784.
Pada tahun 1803 Pulau Penyengat yang telah di bina dari dari sebuah pusat pertahanan menjadi negeri dengan segala fasilitas yang memadai, dijadikan mahar dari Baginda Raja Sultan Mahmud kepada Raja Hamidah atau Engku Puteri, anak seorang yang dipertuan Riau yang terkemuka yaitu Raja Haji Fisabilillah atau Mahrum Teluk Ketapang. Selanjutnya pulau Penyengat menjadi tempat kediaman resmi Para Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga, sementara Sultan (Yang Dipertuan Besar) berkedudukan di Daik-Lingga.
Diantara beberapa peniggalan Sultan Riau yang terdapat di Pulau Penyengat sebagai bukti sejarah pada masa lampau yaitu :
• Masjid Agung Sultan Riau
• Empat buah komplek makam Raja
• Dua buah bekas istana dan beberapa gedung lama, dan
• Benteng pertahanan, sumur dan taman.
Kota Tanjungpinang dengan posisinya yang agak tersuruk, terlindung dari pengaruh cuaca buruk dan alur laut yang sukup dalam merupakan tempat yang ideal bagi armada pelayaran untuk berlindung dari serangan badai, atau untuk berlabuh sementara mengambil air dan perbekalan. Menjelang berdirinya Kerajaan Riau (1722), Tanjungpinang telah menjadi kubu pertahanan Raja Kechik dalam perang saudara merebutkan tahta Kerajaan Johor melawan Tengku Sulaiman dan sekutunya. Setelah berdiri kerajaan Riau, kedudukan Tanjungpinang sebagai pusat pertahanan makin jelas ketika Riau bersiap menghadapi perang melawan Belanda (VOC) antara tahun 1782-1784. Benteng Riau di Tanjungpinang dan sekitarnya sangat berjasa dalam menahan serbuan armada Belanda ke pusat kerajaan Riau dan memaksa Belanda mundur ke Malaka.
Semenjak tahun 1784, Tanjungpinang mulai tumbuh sebagai sebuah tempat pemukiman dan kemudian menjadi sebuah kota yang juga berperan sebagai bandar dagang. Fungsi dan kedudukan sebagai pusat perdagangan menjadikan Tanjungpinang sebagai kota penting di Sumatra bagian Timur sesudah Medan san Palembang. Selain Tanjungpinang ditetapkan sebagai ibukota keresidenan Belanda untuk wilayah yang cukup luas, yaitu sampai kesebagian Sumatra bagian Tengah dan sebagian Sumatra bagian Utara. Pada tahun 1983, sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 31 tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 telah dibentuk Kota Administratif Tanjungpinang yang membawahi kecamatan Tanjungpinang Timur dan Tanjungpinang Barat.
Selanjutnya pada tahun 2001 sesuai dengan SK Mendagri nomor 5 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001, kota Administratif Tanjungpinang menjadi kota Tanjungpinang dengan membawahi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Barat, Kecamatan Bukit Bestari dan Kecamatan Tanjungpinang Timur
LETAK ADMINISTRATIF
Secara geografis Kota Tanjungpinang mempunyai kedudukan yang cukup strategis baik segi ekonomi, pertahanan dan keamanan maupun sosial budaya. Kota Tanjungpinang terletak dipulau Bintan, tepatnya dibagian selatan pulau tersebut dengan menghadap ke arah Barat Daya pada 0° 50’ 54,62” LU dan 104° 20’ 23,40” BT - 104° 32’ 49,9” BT.
Batas wilayah perencanaan secara administrasi adalah sebagai berikut :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galang Kota Batam.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karas, Kecamatan Galang Kota Batam.
Luas wilayah Kota Tanjungpinang keseluruhan adalah 239,5 Km². Wilayah Kota Tanjungpinang
terdiri dari atas daratan dengan luas 131,54 Km² dan lautan dengan luas 107,96 Km², sehingga dikategorikan menjadi dua kategori wilayah yaitu Tanjungpinang Daratan dan Tanjungpinang Lautan. Kota Tanjungpinang secara administrasi dibagi menjadi 4 (empat) Kecamatan, 18 (delapan belas) Kelurahan dengan luas wilayah sebagai berikut :
Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tanjungpinang
I. Kecamatan Tanjungpinang Barat , terdiri dari :
• Kelurahan Tanjungpinang Barat
• Kelurahan Kemboja
• Kelurahan Kampung Baru
• Kelurahan Bukit Cermin
II. Kecamatan Tanjungpinang Kota , terdiri dari :
• Kelurahan Tanjungpinang Kota
• Kelurahan Penyengat
• Kelurahan Kampung Bugis
• Kelurahan Senggarang
III. Kecamatan Bukit Bestari , terdiri dari :
• Kelurahan Tanjungpinang Timur
• Kelurahan Tanjung Unggat
• Kelurahan Tanjung Ayun Sakti
• Kelurahan Dompak
• Kelurahan Sei Jang
IV. Kecamatan Tanjungpinang Timur , terdiri dari :
• Kelurahan Kampung Bulang
• Kelurahan Melayu Kota Piring
• Kelurahan Air Raja
• Kelurahan Pinang Kencana
• Kelurahan Batu Sembilan
Dikutip dari :